Wednesday, October 6, 2010

Penyesalan...


PENYESALAN selalu saja datang terlambat. Ketika nasi sudah menjadi bubur, lahirlah kesedaran. Kesedaran yang terbangun setelah manusia mengalami pengalaman pahit yang membuat hatinya gunda gulana, sedih, kecewa, sakit hati dan lain-lain.

Bersamaan dengan itu, lahirlah keputusan. Keputusan yang benar-benar bijak, keputusan rasional, keputusan yang datang tanpa di pinta, melainkan melalui sebuah proses panjang yang diberi nama beringat. Hanya manusia-manusia yang tahu berfikir saja yang masih punya rasa penyesalan.

Berkata jujur, apa adanya dan menyesal. Tiga point itu yang belakangan mulai pudar. Dulu, para leluhur kita mengajarkan kepada anak cucu kita agar bersikap gentle, apa adanya dan terbuka serta berani meminta maaf ketika melakukan kesalahan.

Kami masih percaya bahwa dari sekian ratus juta masyarakat, masih ada manusia-manusia yang waras, manusia-manusia yang tak latah (ikut rusak dengan alasan kalau tidak begitu tidak bisa makan), manusia-manusia yang eling, manusia-manusia yang memiliki kesadaran bahwa negeri ini harus dikelola dengan baik sehingga benar-benar menjadi mercusuar dunia yang menjadi dambaan semua manusia.

Negeri yang patut diteladani, negeri yang semua rakyatnya taat pada hukum, negeri yang makmur, aman dan tenteram, negeri yang masyarakatnya bebas dari perilaku-perilaku buruk, negeri yang pemimpinnya selalu mengutamakan kesejahteraan rakyat dan negeri yang selalu melahirkan manusia-manusia cerdas dan berhati baik. Akankah?

Tiada TAUBAT Tanpa PENYESALAN

Sebagaimana pentingnya rukun Wuquf di Arafah bagi para hujjaj di kemuncak ibadah haji, maka begitulah pentingnya An Nadam di dalam sebuah taubat. Tanpa wuquf tiadalah haji seperti ungkapan hadis nabi saw: “Haji itu Arafah”. Begitulah juga sifirnya. An Nadam itu ertinya Penyesalan. Ia merupakan rukun terpenting di dalam taubat. Tanpa An Nadam tiadalah At taubah.
Sabda Nabi saw: “ Penyesalan itu adalah taubat”. (Riwayat Al Hakim dan Ibnu Majah - sanad sahih)Kenapa kita perlu sangat mewar-warkan soal penyesalan ini? Jawapannya kerana ia memang sangat perlu.

a. Ia menjadi modal utama bagi setiap hamba untuk melengkapkan kesempurnaan sesebuah taubat yang akan dipersembahkan kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala.

Imam Al Qusyairi rahimahullahu Ta’ala menukilkan dari sebahagian ulama satu kenyataan yang berbunyi: “penyesalan sudah memadai untuk terlaksananya taubat”. Apa tidaknya. Dari penyesalan yang bersungguh-sungguhlah nanti akan menumbuhkan buah ‘keazaman’ dan ‘peninggalan’, iaitu dua rukun lain yang bakal menyusul sesudahnya.

Amat mustahil sekali sekiranya seseorang yang sudah ‘benar-benar menyesal’, berazam tetap mahu melakukan semula perkara yang sudah disesalinya itu.

b. Penyesalan adalah perasaan atau pun emosi batiniah (rohaniah) seseorang yang menggambarkan kekecewaan lantaran keterlanjurannya melakukan dosa sama ada terhadap Allah(Penciptanya), atau makhluk-Nya atau pun terhadap dirinya sendiri.

Baca dan renungilah perjalanan taubat orang-orang yang soleh dan bertaqwa kepada Allah swt. Apa yang mereka ungkapkan. “Kekecewaan itu adalah umpama api yang membakar hati. Hati akan rasa tersalai setiap kali mengenangkan dosa dan keterlanjuran diri serta balasan Allah yang bakal menanti”.

Kisah taubat tiga sahabat Nabi saw yang diabadikan dalam Al Quran cukup mengharu dan meruntun hati kita. Pemaparan yang sungguh indah lagi menarik.

Itulah kisah tiga sahabat yang tidak ikut serta bersama Nabi saw dalam perperangan Tabuk (pertemuan pertama Rasulullah saw dengan kuasa besar ketika itu iaitu Rom). Ketiga-tiga sahabat ini tidak datang menemui Rasulullah saw untuk menyatakan keuzuran ‘palsu’ seperti yang dilakukan sebahagian para munafiqin. Lalu rasulullah saw memerintahkan supaya mereka dipulaukan hingga datang keputusan dari Allah swt. Penyesalan dan kekecewaan mereka akhirnya mencapai tahap yang amat tinggi.

Al Quran menggambar kesengsaraan jiwa mereka itu seperti berikut: “Dan, terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa mereka pula (terasa) sangat sempit serta mereka telah mengetahui bahawa tidak ada tempat lain dari (seksaan) Allah, melainkan kepadaNya, kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. (At Taubah ayat 118).

Ahli sufi terkenal, Zunnun Al Misri berkata: “Hakikat taubat ialah kamu merasakan bumi yang luas ini menjadi sempit sehinggakan kamu terasa tidak dapat berdiri”.

Begitulah gambaran penyesalan yang sepatutnya berlaku di dalam taubat kita. Barulah dosa kita benar-benar akan terampun di sisi Allah swt. Sesal dulu berpendapatan, sesal kemudian tidak berguna lagi.

Peringatan Sebelum Datangnya Penyesalan
Oleh: Ustaz Mat Esa Bin Deraman


Ada empat perkara yang akan dirampas daripada kita. Nyawa kita akan dirampas oleh malaikat maut, harta kita akan dirampas oleh pewaris, jasad kita akan dirampas oleh para ulat, dan amalan kita akan dirampas oleh orang yang kita bermusuh dengan tidak sebenar.

Nabi s.a.w pernah bersabda: Siapakah antara kamu, harta warisnya lebih disukai daripada haratnya? Para Sahabat menjawab; Tidak ada Ya Rasulullah. Semua kami mencintai harta sendiri. Rasulullah s.a.w bersabda; harta kamu ialah apa yang kamu belanjakan, manakala harta waris kamu ialah hartamu yang kamu tinggalkan (Muttafaq alai).

Bulan Ramadhan adalah bulan yang paling sesuai untuk kita memperbanyakkan lagi simpanan harta kita di sisi perbendaharan Allah Taala. Semuanya akan digandakan dengan jumlah yang para ahli dunia akan menyesali sekira tidak melakukannya.

Kesempatan hidup kita adalah waktu yang paling sesuai untuk kita menterjemahkan ketaatan kepada Allah sebelumnya ianya menjadi ratahan paara ulat di dalam kubur.

Bermusabah menjadikan kita sedar siapa kita di dunia ini.

Do’a Penyesalan

Artinya: “Ya Tuhan, kami telah menganiaya dm kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami serta memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’râf 23).

Penjelasan :
Doa ini merupakan doanya Nabi Adam a.s. dan isterinya Hawa, ketika keduanya terlanjur memakan buah khuldi yang dilarang oleh Allah Swt., sehingga mereka berdua dikeluarkan dari surga. Karena penyesalannya atas melanggar larangan Allah Swt., maka mereka berdoa agar diampuni dosanya. Lebih detailnya tentang Adam dan Hawa dapat dilihat dalam Al-Quran surah Al-A’râf ayat 11-25.

Hidup Tanpa Penyesalan

Pikiran ku terusik oleh rangkaian kata itu, “Hidup Tanpa Penyesalan”. Bisakah melakukannya? Selalu saja ada hal yang kita sesali. Baik itu perkataan yang diucapkan, tindakan yang dilakukan, pilihan yang diambil, bahkan atas kejadian yang sebenarnya bukan atas kuasa kita.

Hidup tanpa penyesalan, berarti tidak melakukan sesuatu yang kelak akan mendatangkan penyesalan. Tiada yang tahu apa yang akan terjadi esok hari. Bisa jadi penyesalan hari ini tidak bisa lagi diperbaiki, sebab kesempatan itu telah berlalu, atau bahkan tidak pernah tiba. Justru menambah dalam penyesalan. Karena itu senantiasa melakukan tindakan yang terbaik adalah keharusan. Menjalani hidup sebaiknya hari ini, demi kebaikan di masa yang akan datang.

Menjalani hidup tanpa penyesalan memang tidak mudah. Lalu bagaimana bila penyesalan itu akhirnya terjadi?

Bila penyesalan itu tanpa bisa dihindari timbul, maka ada dua pilihan yang bisa diambil. Pertama tenggelam semakin dalam pada lautan penyesalan. Menyiksa diri lebih lanjut. Atau yang kedua, yang merupakan suatu hal penting yang harus selalu kita ingat, yaitu menyadari bahwa segala sesuatu yang telah terjadi pada diri, baik atau pun buruk, itu adalah yang terbaik untuk kita.

Inilah indahnya hidup yang kita jalani. Sesungguhnya tiada ciptaan-Nya yang sia-sia (Q.S Ali ‘Imran 191). Bila hal ini telah tertanam di hati, maka kita dapat melihat bahwa terdapat hikmah pada segala hal. Bahkan pada suatu kemalangan yang menimpa. Karena ujian hidup merupakan sarana pendidikan dari Allah, agar menjadi manusia yang lebih baik.

Jadi, ternyata sederhana sekali cara untuk menjalani hidup tanpa penyesalan itu. Cukup jalani hidup dengan sebaiknya. Dan ketika cobaan itu datang, jadikan batu loncatan untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Lalu adakah hal yang masih patut disesali?

“Maka nikmat Tuhan-mu yang manakah yang kamu dustakan?” (Q.S Ar-Rahman)

No comments:

Post a Comment